klinikkecantikankusuma.com – Perdebatan ini membuka dialog kritis: penulisan sejarah bukan sekadar dokumentasi, tapi perjuangan menemukan kebenaran objektif di tengah narasi politik dan kepentingan. Baik pemerintah maupun PDI‑P menegaskan komitmen pada fakta, namun mereka berbeda dalam metode dan interpretasi.

1. Latar Belakang Proyek Sejarah Nasional

  • Kementerian Kebudayaan, dipimpin oleh Menteri Fadli Zon, tengah menjalankan skema penulisan ulang sejarah nasional menjelang 17 Agustus 2025. Proyek ini melibatkan sekitar 113 sejarawan dari 34 perguruan tinggi, dengan target menghasilkan 11 jilid buku sejarah baru. 

2. Respons Keras dari Fraksi PDI‑P

  • Pada rapat Komisi X DPR (30 Juni 2025), anggota fraksi PDI‑P, termasuk Esti Wijayati, secara tegas meminta agar penulisan ulang ini dihentikan karena dianggap telah menimbulkan polemik dan menyakiti banyak pihak. 
  • Mercy Chriesty Barends menyatakan khawatir peristiwa tragis seperti pemerkosaan massal 1998 diragukan—bahkkan menyebut beberapa pernyataan bisa sangat melukai korban dan keluarga. 
  • Bonnie Triyana, sejarawan dan legislator PDI‑P, menilai proyek ini cenderung mengabaikan pelanggaran HAM dan dikhawatirkan mengarah ke pengingkaran sejarah. 

3. Isu Utama: Fakta vs. “His Story”

  • Ketua DPP PDI‑P Djarot Saiful Hidayat menekankan penulisan sejarah harus berdasar fakta, bukan narasi yang berpihak atau “history mereka yang menang”. Ia mendesak agar semua masa pemerintahan—Orde Lama, Orde Baru, Reformasi—dicakup secara utuh tanpa ditutup-tutupi. 

4. Aksi Balasan: PDIP Siap Tuliskan Sejarah Alternatif

  • PDIP menyatakan akan membuat versi alternatif sejarah, baik sebagai pembanding terhadap versi pemerintah maupun untuk mempertegas fakta-fakta penting seperti pernyataan Habibie tentang kekerasan 1998. 
  • Mereka menilai sejarah yang ditulis sekarang berpotensi terlalu positif, menghapus istilah penting seperti “Orde Baru”, dan mengabaikan catatan kelam masa lalu. 

5. Tanggapan Pemerintah dan Proyek Sejarah

  • Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan bersikukuh melanjutkan proyek, dengan alasan adanya temuan baru yang perlu didokumentasikan, dan menjanjikan proses yang lebih terbuka dan melibatkan publik. 
  • Fadli Zon menegaskan historiografi baru ini bersifat Indonesia‑sentris dan berorientasi pada prestasi, bukan mencari-cari kesalahan. 

Intisari dan Dampak

Isu Utama Deskripsi
Aspirasi PDI‑P Desak penghentian karena khawatir menimbulkan luka sejarah, terutama terkait kekerasan 1998.
Fakta vs Bias Tekanan untuk jaga objektivitas, jangan pilih-pilih, dan hindari narasi simpang-siur.
Sejarah Alternatif PDI‑P siap meluncurkan versi penulisan sejarah sendiri sebagai koreksi.
Proyek Pemerintah Jalan terus, dijiwai niat rekonsiliasi dan nasionalisme—dengan keterbukaan publik.

Mengapa Ini Penting?

  • Legitimasi Narasi Sejarah: Sebagai dasar identitas dan pendidikan bangsa Website, narasi sejarah mesti bersih, seimbang, dan transparan. 
  • Trauma Kolektif: Pendekatan sejarah yang tidak sensitif bisa memperparah luka korban—apalagi pada kasus 1998 yang masih menyisakan trauma. 
  • Pengaruh Politik: Penulisan sejarah berpotensi digunakan untuk kepentingan politik tertentu jika tidak dikawal oleh akademisi dan publik luas. 

 

By admin